Sejarah dan Perjuangan Gerakan Pemuda Islam Dari Masa ke Masa

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Read More

Bahwa lahirnya Gerakan Pemuda Islam (GPI) pada awalnya dari sebuah perkumpulan para aktivis mahasiswa dan pergerakan pemuda yang memperjuangkan kemerdekaan di Kampus Sekolah Tinggi Islam (STI) dengan nama Persatuan Pelajar Sekolah Tinggi Islam (PP-STI).

Pada tanggal 19 Agustus 1945 PP-STI sukses melakukan mobilisasi dan pengerahan massa dalam rapat akbar di lapangan IKADA, setelah itu banyak animo para pemuda serta kaum muslimin untuk datang ke Balai Muslimin di jalan Kramat Raya No. 19 dan menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan PP-STI.

Akan tetapi untuk bisa bergabung dan menjadi anggota dalam PP-STI harus terdaftar menjadi siswa Akhirnya setelah berkonsultasi dengan para tokoh dan senior antara lain Abdul Kahar Muzakir, Mohammad Natsir, Wahid Hasyim, dan Buya Hamka.

Prof. KH. Abdul Kahar Muzakirr adalah Senior dan salah satu Pendiri Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang saat ini telah berubah nama menjadi Gerakan Pemuda Islam (GPI)

 

Mohammad Natsir adalah Senior dan salah satu Pendiri Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang saat ini telah berubah nama menjadi Gerakan Pemuda Islam (GPI).

 

KH. Abdul Wahid Hasyim adalah Senior dan salah satu Pendiri Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang saat ini telah berubah nama menjadi Gerakan Pemuda Islam (GPI)

 

Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim adalah Senior dan salah satu Pendiri Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang saat ini telah berubah nama menjadi Gerakan Pemuda Islam (GPI)

 

Maka pada rapat tanggal 02 Oktober 1945 sekitar pukul 16.30 petang yang bertempat di Balai Muslimin Jl. Kramat Raya Jakarta diputuskan untuk mendirikan organisasi dengan nama Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) dengan ketua umumnya yang terpilih pertama adalah Harsono Tjokroaminoto, putra dari tokoh pergerakan nasional H.O.S Tjokroaminoto. Karim Halim sebagai Wakil Ketua I,  Achmad Buchari sebagai Wakil Ketua II dan Anwar Harjono sebagai Sekretaris Umum.

Harsono Tjokroaminoto adalah Ketua Umum Pertama Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang saat ini telah berubah nama menjadi Gerakan Pemuda Islam (GPI).

 

Karim Halim adalah Wakil Ketua Pertama Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang saat ini telah berubah nama menjadi Gerakan Pemuda Islam (GPI)

 

Dr. Anwar Harjono adalah Sekretaris Umum Pertama Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang saat ini telah berubah nama menjadi Gerakan Pemuda Islam (GPI)

 

Dipilihnya nama Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) bukanlah tanpa alasan, nama itu dipilih dari sebuah hasil perdebatan dan diskusi yang sangat mendalam. Baik dari aspek filosofis maupun sosiologis serta menyesuaikan kondisi bangsa dan Negara yang waktu itu memang masih sangat genting dan carut-marut, arti dan maksud dari nama Gerakan Pemuda Islam Indonesia adalah sebagai berikut :

  • Gerakan, karena sifatnya yang akan selalu bergerak dan bermetamorfosa menuju kearah perbaikan dan kemajuan sesuai dengan sifat pemuda yang dinamis, lincah, cekatan, siap berkorban, dan tidak lamban.
  • Pemuda, karena organisasi ini didirikan dan dibentuk untuk menjadi tempat serta wadah bernaung bagi para pemuda sebagai bunga bangsa.
  • Islam, karena untuk menjadi tempat serta wadah bernaung bagi para pemuda Islam, yang siap berjuang dengan azas dan dasar ke-Islam-an, dalam mencari ridho Allah dan ikut mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Indonesia, karena untuk memberi penegasan bahwa pemuda Islam yang akan bergerak itu memang pemuda Islam yang ada di Indonesia.
Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang saat ini telah berubah nama menjadi Gerakan Pemuda Islam (GPI).

 

Setelah berdirinya GPII yang memperbolehkan pendaftaran anggota dari semua kalangan, maka para pemuda yang berasal dari segala latar belakang mulai berbondong – bondong kembali datang untuk bergabung dengan GPII, kelompok yang terbesar adalah dari kalangan laskar, yaitu Laskar Hizbullah sehingga nama yang sering dikenal oleh masyarakat adalah GPII/Hizbullah.

Kekompakan dan militansi GPII dalam waktu singkat terdengar ke seluruh pelosok nusantara, bahkan sampai kepada para elit dan tokoh nasional. Sehingga, ketika dibutuhkan sebuah lokasi yang aman untuk pelaksanaan Kongres Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) ke II. Maka pemerintah memilih untuk menggunakan aula di Balai Muslimin (markas besar GPII) karena mereka percaya dan meyakini apabila diselenggarakan disitu bisa lebih terjamin keamanan dan suasana yang lebih kondusif.

Pada saat ada kabar akan adanya Aksi Agresi Belanda, sekitar awal bulan November 1945 Kampus Sekolah Tinggi Islam selanjutnya dipindahkan bersamaan dengan pindahnya pusat pemerintahan ke Yogyakarta.

Pada tanggal 7  November 1945 di Yogyakarta diadakan acara yang sangat besar, yaitu Kongres Umat Islam Indonesia yang mana pada kesempatan itu para senior GPII mengajukan usulan untuk membentuk sebuah partai politik yang berisi semua aliran Islam demi menyatukan aspirasi Islam dalam berpolitik di Indonesia., yaitu dengan nama Partai Politik Islam Masyumi.

Kongres Umat Islam Indonesia akhirnya memutuskan dengan suara bulat dan diikrarkan secara bersama beberapa keputusan penting, yang diantaranya adalah :

  1. Bahwa Masyumi adalah satu-satunya partai politik Islam.
  2. Bahwa Hizbullah adalah satu-satunya gerakan pemuda Islam dalam militer.
  3. Bahwa Sabilillah adalah satu-satunya gerakan ummat dalam militer dan perlawanan.

Pada tanggal 10 November 1945 di Yogyakarta diadakan Kongres Pemuda yang memutuskan satu badan federasi organisasi-organisasi pemuda Indonesia. Yang diberi nama “Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia”.  Saat itu GPII memiliki satu perwakilan dalam Presidium Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia tersebut, yaitu Achmad Buchari yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Ketua II di GPII.

Karena Jakarta telah diduduki oleh tentara NICA, maka pada tanggal 22 November 1945 Pucuk Pimpinan GPII dipindahkan ke Yogyakarta. Pada saat itu, berubah kepengurusan GPII dengan susunan yang disempurnakan sebagai berikut :

  • R.H. Benjamin (Ketua Umum)
  • Mh. Mawardi (Wakil Ketua)
  • Anwar Harjono (Sekretaris Umum)
  • Daris Tamimi (Sekretaris)
  • H. Zaini Dahlan (Bendahara I)
  • Djindar Tamimi (Bendahara II)
  • Harsono Tjokroaminoto (Ketua Bagian Siasat)
  • Burhanuddin Harahap (Ketua Bagian Perencanaan)
  • Achmad Buchari (Ketua Bagian Perhubungan)
  • Asdi Najru (Ketua Bagian Penerangan)
  • Saibani (Ketua Bagian Ekonomi)
  • Amien Sjahri (Ketua Bagian Sosial)
  • Sudjono Harjosudiro (Pembantu Umum)
  • Adnan Sjamni (Pembantu Umum)
  • Kunsjawarni (Pembantu Umum)

Pada tanggal 5 Februari 1947 di Kampus STI yang sekarang telah berubah nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII), muncul sosok pemuda militan yang bernama Lafran Pane, beliau adalah seorang mahasiswa semester I yang telah berkonsultasi dan mendapat banyak dukungan oleh beberapa unsur termasuk GPII serta dari berbagai senior termasuk Abdul Kahar Muzakir.

Akhirnya Lafran Pane memberanikan diri untuk mengadakan rapat dengan cara membajak salah satu kegiatan perkuliahan untuk membentuk sebuah Organisasi Mahasiswa Islam yang bernama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Lafran Pane, Pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

 

Pada awal pembentukannya HMI, beberapa posisi pengurus HMI diisi oleh para personil GPII, sehingga pada saat itu terlihat antara HMI dan GPII adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan serta memiliki kaitan dan keterikatan sejarah yang sangat erat.

Berikutnya, tidak sampai satu bulan kemudian, pada tanggal 25 Februari 1947 di sela-sela rapat Pleno GPII muncul pendapat dan pembahasan tentang Pelajar GPII.

Inti dari pembahasan tersebut adalah, Pelajar GPII tidak akan dapat berkembang dan berjalan dengan maksimal dalam menyelesaikan problematika dunia pelajar Islam di Indonesia yang semakin kompleks. Apabila masih tergabung dalam GPII.

Sehingga harus menjadi sebuah organisasi tersendiri. Maka dibentuklah organisasi yang dapat menjadi tempat bernaung seluruh Pelajar Islam di Indonesia oleh Anton Timur Djaelani dengan nama Pelajar Islam Indonesia (PII).

Anton Timur Djaelani, Pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII).

 

Maksud dan tujuan GPII membentuk dan mendirikan Masyumi, HMI dan PII adalah untuk menyempurnakan sistem pengkaderan. Jadi pada saat mereka masih pelajar dapat belajar tentang dasar-dasar berorganisasi dengan bergabung di PII.

Pada saat mereka menjadi Mahasiswa mereka belajar berpikir kritis dan bergabung di HMI, kemudian masuk usia pemuda untuk mengenal dasar-dasar politik dan pergerakan dapat bergabung di GPII.

Selanjutnya untuk mengimplementasikan semua kemampuan dan wawasan yang mereka terima selama di PII, HMI dan GPII. Maka mereka dapat bergabung di Partai Masyumi.

Jenjang pengkaderan tersebut berjalan dengan sukses dan hasilnya pada Pemilu tahun 1955, Partai Masyumi memenangkan Pemilu dengan nomor urut II dan banyak kader-kadernya yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat saat itu.

Karena semakin masifnya proses pengkaderan yang terjadi, serta langkah-langkah advokasi yang dilakukan oleh GPII untuk membela kepentingan rakyat dengan cara-cara yang cukup ideologis dan militan. Maka seringkali para kader-kader militan GPII harus melawan dan berseberangan dengan kebijakan pemerintah.

Selain itu ada persoalan lain, yaitu semakin melimpahnya kader-kader militan GPII sehingga proses pengawasan dan evaluasi yang dilakukan oleh Pucuk Pimpinan kepada kader-kadernya menjadi semakin sulit. Maka gerakan kader militanpun semakin tidak terkontrol dan tidak terkendali lagi.

Puncaknya adalah gerakan kader militan GPII yang banyak terlibat dalam Peristiwa Cikini dan Idhul Adha di Lapangan IKADA sehingga organisasi GPII dianggap telah melakukan tindakan teroris dan makar pada penguasa saat itu, karena GPII dianggap membahayakan dan mengancam eksisensi rezim Orde Lama yang saat itu berkuasa.

Maka pada tanggal 10 Juli 1963 Presiden Sukarno menerbitkan Keputusan Presiden No. 139 Tahun 1963, tentang organisasi GPII dinyatakan sebagai organisasi terlarang, termasuk bagian-bagian/cabang-cabang/ranting-rantingnya diseluruh wilayah Republik Indonesia, dan diperintahkan untuk menyatakan membubarkan diri dalam waktu tiga puluh hari sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Presiden tersebut.

Keputusan Presiden No. 139 tahun 1963, tentang organisasi GPII dinyatakan sebagai organisasi terlarang.

 

Selain itu, berdasarkan hasil penelusuran dan investigasi serta surat resmi yang dikirimkan oleh Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Periode 2014-2015 dengan Nomor: 27/B/Sek-PP/VI/36 tertanggal 24 April 2015 kepada Presiden Republik Indonesia untuk menanyakan dan meminta penjelasan tentang status organisasi GPII dan Keppres No. 139 tahun 1963 apakah masih berlaku atau sudah dicabut.

Maka telah terungkap dengan jelas dan gamblang, berdasarkan surat dari Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia Nomor: B-3561/Kemensetneg/D-3/SR.03/07/2015 tertanggal 31 Juli 2015, perihal Penjelasan tentang Status Organisasi GPII. Yang pada intinya menjelaskan, bahwa Keputusan Presiden No. 139 tahun 1963 hingga saat ini belum pernah dicabut atau dibatalkan. Itu artinya status organisasi Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) sampai dengan saat ini masih terlarang dan illegal untuk berdiri di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Surat dari Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, bahwa Keputusan Presiden No. 139 tahun 1963 hingga saat ini belum pernah dicabut atau dibatalkan.

Dengan terbitnya Keppres No. 139 tahun 1963 tentang pembubaran GPII, maka GPII melakukan perubahan paradigma dalam berorganisasi menjadi lebih rasional dan berkesinambungan. Namun tidak menghilangkan cita-cita perjuangan serta jiwa pergerakan dari para kadernya.

GPII melihat bahwa salah satu organisasi pemuda Islam saat itu yang memiliki Visi-Misi dan Cita-cita serta Platform Perjuangan yang sama dengan GPII adalah Pemuda Persatuan Ummat Islam (PPUI), sebuah organisasi pemuda di bawah naungan organisasi induk yang bernama Persatuan Ummat Islam (PUI).

Oleh sebab itu setelah menyatakan membubarkan diri GPII menitipkan dan mengamanahkan Visi-Misi dan Cita-cita serta Platform Perjuangannya kepada PPUI. Penyerahan tersebut juga mendapatkan support dan dukungan penuh dari PUI, sebagai organisasi induk PPUI.

Maka pada Muktamar I PPUI tanggal 29 Juli – 1 Agustus 1967 di Bandung, PUI memutuskan bahwa PPUI berstatus mandiri dan tidak lagi di bawah naungan atau bagian dari PUI.

Hal itu dilakukan oleh PUI agar PPUI dapat menerima amanah dari GPII dengan baik dan dapat segera merevitalisasi organisasi GPII yang statusnya terlarang kepada organisasi barunya yang bernama Gerakan Pemuda Islam (GPI).

Logo Gerakan Pemuda Islam (GPI)

 

Maka pada tanggal 1-2 Oktober 1967, GPII melaksanakan Sidang Dewan Organisasi (SDO) GPII yang diselenggarakan di Masjid Agung Al-Azhar Jakarta, dan pada saat itu juga GPII melaksanakan serah terima Visi-Misi dan Cita-cita serta Platform Perjuangannya kepada PPUIGPII meminta kepada PPUI untuk melanjutkan misi perjuangan GPII dan menetapkan bahwa SDO tersebut adalah sebagai Sidang Dewan Organisasi (SDO) I PPUI.

Akhirnya pada Musyawarah Kerja Nasional Pemuda Persatuan Ummat Islam (MUKERNAS PPUI) yang diselenggarakan di Solo pada tanggal 10-13 November 1968, dinyatakan sebagai Sidang Dewan Organisasi (SDO) II PPUI dalam rangka memantapkan proses serah terima Visi-Misi dan Cita-cita serta Platform Perjuangan GPII kepada PPUI. Serta memantapkan permintaan GPII kepada PPUI untuk melanjutkan misi perjuangannya.

Pada tanggal 2-6 Oktober 1969 diselenggarakan Sidang Dewan Organisasi (SDO) III PPUI di Jakarta untuk lebih memantapkan kembali keberadaan PPUI sebagai pengemban Visi-Misi dan Cita-cita serta Platform Perjuangan GPII. Dalam SDO III PPUI tersebut diputuskan perubahan nama PPUI menjadi Gerakan Pemuda Islam (GPI) serta menyatakan dan menetapkan bahwa SDO III tersebut adalah sebagai Muktamar I GPI. Sedangkan Muktamar-muktamar GPI berikutnya dilaksanakan pada :

  • Muktamar II di Solo pada tanggal 2 – 5 Oktober 1972.
  • Muktamar III di Jakarta pada tanggal 2 – 5 Oktober 1976.
  • Muktamar IV di Bekasi pada tanggal 4 – 7 November 1996.
  • Muktamar V di Surabaya pada tanggal 29 Sep. – 3 Okt. 1999.

Dalam Muktamar GPI Ke-V pada tanggal 29 September – 3 Oktober 1999 di Surabaya, karena euforia reformasi sehingga ada usulan untuk kembali menggunakan nama GPII. Akan tetapi usulan tersebut tidak mendapatkan respon positif dan ditolak oleh peserta Muktamar. Sebab menurut sebagian besar peserta, Keputusan Presiden No. 139 tahun 1963 tentang status organisasi GPII masih terlarang dan belum dicabut, sehingga menggunakan kembali nama GPII berarti melawan hukum dan bertentangan dengan Keputusan Presiden No. 139 tahun 1963.

Peserta Muktamar yang tidak puas dengan hasil keputusan Muktamar kemudian mendeklarasikan berdirinya kembali Organisasi GPII di Jakarta pada tanggal 8 Oktober 1999. Organisasi GPII yang baru dideklarasikan tersebut kemudian berkantor dan bersekretariat di Jl. Batu No. 2 Pasar Minggu.

 

  • Muktamar VI di Bekasi pada tanggal 27 – 30 Maret 2003.
  • Muktamar VII di Bengkulu pada tanggal 9 – 12 Mei 2007.
  • Muktamar VIII di Bandung pada tanggal 31 Juli – 1 Agustus 2010.
    • Ketua Umum : Rahmat Kardi
    • Sekretaris Jenderal : Tubagus M. Solehudin
    • Bendahara Umum : Dedi Jamaludin

Melihat perpecahan tersebut, para senior merasa terpanggil untuk mempersatukan kembali dengan usaha dan berbagai cara. Akan tetapi usaha tersebut selalu mengalami kegegalan, sampai akhirnya pada tanggal 28 Mei 2011 terjadi Kesepakatan Al-Azhar antara Pucuk Pimpinan PP-GPII dengan Pimpinan Pusat PP-GPI. Yang mana isi dari Kesepakatan Al-Azhar tersebut adalah sebagai berikut: “dengan penuh kesadaran diri dan keikhlasan dari kedua belah pihak menyatakan sepakat untuk bersatu dalam satu organisasi kepemudaan dengan nama Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII).

Dalam rangka menindaklanjuti Kesepakatan Al-Azhar tersebut, Maka dilaksanakanlah Muktamar/Kongres Bersama di Medan pada tanggal 11-13 Desember 2013, dengan tema “Kembali Ke Khittah 45”. Dalam Muktamar/Kongres Bersama tersebut para Muktamirin coba di setting dan digiring untuk menyepakati Ketetapan dan Keputusan tentang Pengembalian Nama Organisasi dari GPI Kembali Ke GPII. Ketetapan dan Keputusan tersebut ditentang keras oleh perwakilan GPI, baik dari sebagai besar Pimpinan Pusat (PP) dan Pimpinan-Pimpinan Wilayah (PW) serta Pimpinan-Pimpinan Daerah (PD) Gerakan Pemuda Islam (GPI). Penolakan tersebut juga diwarnai dengan aksi Walk Out dengan alasan menyepakati keputusan tersebut dianggap Melanggar Hukum dan Inkonstitusional. Walaupun penawaran Ketetapan dan Keputusan tersebut di tolak oleh perwakilan dari GPI, akan tatapi Keputusan tersebut tetap dipaksakan untuk ditetapkan.

Pasca Muktamar/Kongres Bersama di Medan yang melanggar AD/ART GPI, Melanggar Hukum, Cacat Hukum, dan Inkonstitusional tersebut, maka GPI langsung melakukan konsolidasi disemua lini untuk penyelamatan organisasi, dan pada tanggal 04 Januari 2014 M / 02 Robiul Awal 1435 H. Pengurus Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Islam Jakarta Raya, Banten, dan Sumatera Utara melaksanakan Rapat Bersama.

Kesimpulan dari hasil keputusan Rapat Bersama tersebut dituangkan dalam berita acara rapat, yang isinya adalah sebagai berikut: “dalam rangka menyelamatkan organisasi Gerakan Pemuda Islam maka harus segera melaksanakan Muktamar Luar Biasa, tentang pelaksanaan dan teknis kegiatan Muktamar Luar Biasa diserahkan dan diberikan kuasa sepenuhnya kepada Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Islam Jakarta Raya untuk melaksanakannya”.

Berdasarkan hasil keputusan Rapat Bersama 3 (tiga) Pimpinan Wilayah sebagai inisiator untuk menyelenggarakan Muktamar Luar Biasa tersebut telah memenuhi syarat sebagaimana yang telah diatur dalam Anggaran Dasar (AD) Pasal 6 ayat (1) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Pasal 16 ayat (1 s/d 4). Maka Muktamar Luar Biasa yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 9 s/d 11 Januari 2014 adalah sah secara hukum dan seluruh hasil Ketetapan dan Keputusannya berlaku mengikat.

Bahwa salah satu hasil Ketetapan dan Keputusan Muktamar Luar Biasa Gerakan Pemuda Indonesia (GPI) Nomor: 005/KPTS/MLB-GPI/III/1435 adalah “Penolakan dan Pernyataan Menganulir Seluruh Hasil Ketetapan dan Keputusan Muktamar/Kongres Bersama di Medan” karena Inkonstitusional dan cacat hukum, oleh sebab itu seluruh ketetapan dan keputusannya secara otomatis batal demi hukum.

Seluruh hasil Ketetapan dan Keputusan Muktamar Luar Biasa Gerakan Pemuda Islam (GPI) yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 9 s/d 11 Januari 2014 tersebut telah diakta notariskan dengan Akta Nomor: 14 tertanggal 28 Mei 2014 yang dibuat dihadapan RITA IMELDA GINTING, SH., M.Kn. Dan telah didaftarkan serta telah mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: AHU.00143.60.10.2014 tertanggal 30 Mei 2014. Maka dari itu status organisasi GPI adalah sah dan legal secara hukum.

Bahwa telah terjadi kevacuman dan keterlambatan dalam periodesasi kepengurusan saat itu, maka digelarlah Muktamar Luar Biasa Gerakan Pemuda Indonesia (GPI) dalam rangka penyelamatan organisasi.

Seluruh hasil Ketetapan dan Keputusan Muktamar Luar Biasa Gerakan Pemuda Islam (GPI) yang diselenggarakan di Bogor pada tanggal 2 – 4 Oktober 2020 tersebut telah dituangkan dalam akta perubahan dengan Akta Nomor: 15 tertanggal 30 Desember 2020 yang dibuat dihadapan NOVA HELIDA, SH. M.Kn. Dan telah didaftarkan serta telah mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: AHU.0000123.AH.01.08.TAHUN 2021 tertanggal 21 Januari 2021.

 

Demikian Kronologis Sejarah dan Perjuangan Gerakan Pemuda Islam ini kami buat dan kami sampaikan, untuk memberikan pemahaman serta meluruskan sejarah dengan sebenar-benarnya. Semua kami sajikan dengan dasar fakta dan data, semoga dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

 

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Hormat Kami,

ttd

PIMPINAN PUSAT GERAKAN PEMUDA ISLAM (PP – GPI)

Gerakan Pemuda IslamPerjuangan Gerakan Pemuda IslamPimpinan PusatSejarah dan PerjuanganSejarah Gerakan Pemuda IslamTakdir Kami Memimpin NegaraTunduk Tertindas atau Bangkit Melawan
Comments (5)
Add Comment